Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meresmikan pengoperasian Sistem Peringatan Dini Tsunami BMKG bersamaan dengan peresmian Bandara Internasional Yogyakarta, Jum’at (28/8). Presiden menyampaikan bahwa Bandara Internasional Yogyakarta yang baru didesain memiliki daya tahan terhadap gempa hingga M=8,8 dan bisa menahan gelombang tsunami hingga ketinggian 12 meter dari permukaan laut (dpl).
“Kepala BMKG menyampaikan kepada saya, Ibu Dwikorita, juga bisa menahan gelombang tsunami hingga ketinggian 12 meter (dpl), Insya Allah ini sudah dirancang untuk kesana semuanya,” ujar Presiden.
Sistem peringatan dini tsunami telah siap beroperasi di Bandara Internasional Yogyakarta dan dioperasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY (BPBD – DIY) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo, serta pengelola Bandara Internasional Yogyakarta (PT. Angkasa Pura 1) dan PT. Airnav Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan sistem ini terintegrasi dengan jaringan pemantauan gempa bumi di Pusat Gempa Bumi Nasional dan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Kantor BMKG Pusat Jakarta, dan merupakan sistem percontohan pertama di Indonesia dan ASEAN untuk bandara di daerah rawan tsunami.
“Sistem peringatan dini tsunami ini diperkuat oleh Internet of Things (IoT) dan Artifial Intelligence (AI) untuk menghitung cepat sinyal-sinyal gelombang gempabumi yang terekam dari seismograf, agar diketahui posisi dan magnitudo gempabumi tektonik serta estimasi ketinggian gelombang dan waktu datang tsunami. Bandara Ini merupakan bandara satu-satunya di Indonesia saat ini yang dilengkapi dengan sistem peringatan dini tsunami, bahkan di ASEAN,” jelas Dwikorita.
Dwikorita menambahkan, desain bangunan Bandara Internasional Yogyakarta disiapkan sebagai tempat evakuasi bagi pengunjung bandara apabila terjadi gempa dan tsunami, karena telah didesain dengan skenario terburuk untuk tahan terhadap gempabumi hingga kekuatan M = 8.8 dan tsunami dengan ketinggian gelombang 12 m dpl atau dengan genangan tsunami setinggi 10 m dari permukaan topografi. Tidak hanya itu, masyarakat sekitar pun dapat menggunakannya sebagai shelter evakuasi apabila tsunami terjadi.
“Sebelum bangunan bandara ini ada, di sini merupakan lahan yang datar dan rendah, jauh dari topografi yang tinggi. Masyarakat harus berjalan sekitar 5 km lebih, untuk mencapai tempat yang lebih tinggi agar selamat dari gelombang tsunami. Dengan adanya bandara yang dilengkapi sistem peringatan dini tsunami ini, tidak hanya menyelamatkan pengunjung bandara tapi juga menyelamatkan masyarakat sekitar, karena shelter evakuasi yang berada di sayap gedung Crisis Center dalam bandara memiliki daya tampung yang cukup besar untuk ribuan orang” imbuh Dwikorita.
Sistem peringatan dini tsunami Bandara Internasional Yogyakarta terkoneksi dengan jaringan sensor gempabumi, sebanyak 372 sensor yang terpasang di seluruh Indonesia. BMKG juga melengkapi alat monitoring gempabumi berupa Intensitymeter untuk mengetahui tingkat guncangan gempa, Accelerometer untuk mengukur percepatan gerakan tanah, Earthquake Early Warning System (EEWS) yg sedang disiapkan/diuji coba untuk mendeteksi dini gempabumi serta Warning Receiver System (WRS) New Generation, untuk menyampaikan notifikasi informasi gempa dan tsunami secara realtime, sehingga pihak bandara dapat memperoleh informasi kejadian gempabumi dalam waktu yang cepat, untuk segera merespon informasi gempa dan tsunami tersebut, khususnya yang berdampak di sekitar area Bandara YIA. Informasi dan notifikasi tersebut ditampilkan dalam display layar besar dan ditempatkan di dalam terminal bandara, serta di ruang pusat informasi dan tower pengontrol lalu-lintas penerbangan,. Disamping itu juga telah tersusun adanya SOP bersama antara BMKG, Angkasa Pura dan Airnav. SOP ini telah melalui uji publik terbatas dan telah disimulasikan dengan memanfaatkan speaker-speaker Bandara dan Gedung Airnav sebagai sirine tsunami.
Sistem deteksi gempabumi dan tsunami di Bandara Internasional Yogyakarta dirancang agar dapat memberi peringatan cepat. Apabila sewaktu-waktu terjadi gempabumi maka dalam waktu 2 sampai kurang dari 5 menit dapat segera diketahui posisi pusat gempa, besarnya magnitudo gempa dan potensi tsunaminya. Dengan memperkirakan waktu datang gelombang tsunami antara 20 sampai 30 menit, maka “golden time” untuk evakuasi masih tersedia dalam waktu 15 sampai dengan 28 menit, utk segera menuju ke Terminal pada Lantai Mezanin dan Lantai 2 (di lantai teratas untuk Keberangkatan).