Kantor Batavia Magnetisch en Meterologisch Obsevatorium

Sejarah Stasiun Meteorologi Kelas II Yogyakarta

Pengoperasian suatu bandar udara (bandara) harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh International Civil Association Organization (ICAO) yang tertuang dalam Annex 3. Dan salah satu persyaratan tersebut adalah harus terdapatnya pelayanan Meteorologi. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, maka di setiap bandara didirikan stasiun Meteorologi. Tujuannya adalah untuk menunjang pelayanan penerbangan.

Bentuk dari pelayanan meteorologi tersebut diantaranya adalah informasi data cuaca aktual untuk lepas landas maupun pendaratan pesawat dan berupa prakiraan cuaca tempat pemberangkatan selama perjalanan, maupun cuaca di tempat tujuan dan tempat di sekitarnya yang tertuang dalam dokumen meteorologi untuk penerbangan. Pekerjaan ini dilakukan oleh stasiun meteorologi yang berada di bandara.

Sebelum tahun 2020, Bandara Adisutjipto milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) di Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I. Yogyakarta) selain digunakan untuk kepentingan militer juga dipergunakan untuk penebangan internasional dan domestik. Namun, karena perkembangan D.I. Yogyakarta yang semakin pesat dan kondisi jalan semakin macet serta adanya peningkatan jumlah penerbangan yang perlu menggunakan pesawat berbadan lebar, maka diperlukan bandara baru untuk mendukung perkembangan tersebut. Selain itu, menurut aturan ICAO, bandara militer tidak boleh dipergunakan untuk keperluan penerbangan sipil, maka pemerintah setempat mendirikan bandara baru untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada tahun 2020 berdirilah bandara baru di kawasan Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Pada awalnya nama dari bandara ini adalah New Yogyakarta International Airport (NYIA). Namun beberapa bulan kemudian nama ini diubah oleh pemerintah saat itu menjadi Yogyakarta International Airport (YIA).

Sejalan dengan berdirinya bandara internasional yogyakarta (YIA) dan diperlukannya pelayanan meteorologi, maka didirikanlah Stasiun Meteorlogi Kelas II Yogyakarta untuk menunjang pelayanan penerbangan di bandara tersebut.


Sejarah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

  • 1841

    Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika.

  • 1866

    Kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.

  • 1879

    Dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928.

  • 1912

    Dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah jaringan sekunder.

  • 1930

    Jasa meteorologi mulai digunakan untuk penerangan pada tahun 1930.

  • 1945

    Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, instansi tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

  • 21 Juli 1947

    Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.

  • 1949

    Setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.

  • 1950

    Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.

  • 1955

    Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan.

  • 1960

    Nama instansi dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara

  • 1965

    Nama instansi kembali diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.

  • 1972

    Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen Perhubungan.

  • 1980

    Status instansi dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.

  • 2002

    Berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.

  • 2008

    Melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.

  • 1 Oktober 2009

    Disahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.